Searching...
Minggu, 15 Februari 2015

Idealisme Bahan Bakar Kritis Seorang Aktivis

Idealisme Bahan Bakar Kritis Seorang Aktivis
Oleh : Iwan Maulana




Bagi seorang aktivis terutama yang berjuang di gerbong dakwah memiliki idealisme adalah suatu keharusan.  Idealisme dalam kamus besar bahasa indonesia di artikan sebagai berusaha hidup menurut cita-cita, menurut patokan yang dianggap sempurna. Dan idealisme bagi seorang aktivis dakwah tentu adalah islamisasi kehidupan di masyarakat, ya karena begitulah tujuan dakwah ini.
Sebuah cita-cita tinggi yang bukan hanya untuk diri sendiri namun bagi semua lapisan masyarakat yang hadir dalam hidup ini. Inilah ujung yang selalu kita tapaki jalannya meski berliku, di penuhi krikil tajam dan rimbun oleh semak berduri. Namun di jalan ini kita tidak pernah sendiri selalu ada Allah yang melihat dan menolong apa kita lakukan dan dua pusaka yang Rasulullah wariskan jika kita berpegang teguh pada dua pusaka ini maka kita takan pernah tersesat, yaitu al-quran dan as-sunah.
Idealisme inilah yang selanjutnya menjadi bahan bakar kita dalam menggerakan pikiran untuk kritis pada kemungkaran dan ketidakadilan serta menyajikan solusi yang telah Allah tetapkan pula dalam al-quran dan hadist.  Karena di mata orang yang tidak memiliki idealisme kemungkaran, ketidakadilan dan penyelewengan  yang terjadi hanya akan di abaikan dan biarkan.
Tantangan bagi idealisme kita ini adalah sesuatu yang abstrak, perkataan, pemikiran, opini, dan persepsi kita sendiri. Kala kita mulai lelah dan jengah dengan kondisi masyarakat di depan kita, tetapi hasil perjuangan tidak merubah banyak dan perkataan serta opini yang kita terima begitu melemahkan dan sedikitnya kawan yang mengingatkan maka idealisme kita lambat laun mulai tergerus dan kemudian mengikuti arus lalu tidak ada bedanya lagi kita dengan masyarakat yang dulu menjadi objek kita.
Maka ingatlah perjuangan sebaik-baiknya teladan Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam mengarungi jalan ini yang tantangannya bukan lagi rasa sakit, perkataan yang melukai dan kelelahan namun sudah mengancam nyawa yang di kandung badan, bahkan jika kita ingat keluarga sahabat mulia Yasir Radhiallahu’anhu yang memperjuangankan agamanya meski pedang sudah bergesek dengan kulit, maka kita akan malu betapa perjuangan kita belum ada apa-apanya. Maka bersabarlah bahwa rasul juga tidak mendapatkan kemenangan dalam waktu singkat, perlu waktu dua puluh tiga tahun dengan para sahabat hingga Islam tegak di jazirah arab. Inilah kunci yang rasul ajarkan pada kita agar tegaknya kembali Islam sebagai idealisme kita : 1) menaati allah dan rasulnya, 2) berjuang di selingi doa, dan 3) bersabarlah.
Maka masihkah kita mau melepaskan idealisme ini? yang tak semua manusia memilikinya, hanya orang-orang pilihanlah yang allah tetapkan. Maka biarlah mereka berkata mengatas namakan “fakta yang berbicara”, “kenyataan di lapangan”, “apa mau di kata beginilah realitasnya”, namun kita tetap berjuang dan yakin allah akan selalu menolong hamba yang menegakan agamanya dan tegaknya islam adalah sebuah janji Allah yang pasti terjadi namun pertanyaannya adalah dimanakah posisi kita saat itu terjadi. Apakah hanya menjadi pemain yang berjuang tegaknya agama ini kemudian Allah ganjar dengan surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai atau hanya penonton yang tidak mendapatkan apa-apa selain hiburan fana yang tidak lama?.
Semoga tulisan ini bisa menyemangati, mengingatkan pada kita terutama saya yang menulisnya. Semoga Allah selalu memberikan hidayah pada kita semua agar selalu istiqomah dijalannya. Amiin ya robbal ‘alamiin.






 Post by #HUMAS KAMMI UIN Bandung/KN

0 comments:

Posting Komentar

 
Back to top!