Searching...
Selasa, 08 Juni 2010

Pemuda dan Masa Depan

Oleh Siti Nurda

Dalam hadist : “Seorang anak Adam sebelum menggerakkan kakinya pada hari kiamat akan ditanya tentang lima perkara: (1) Tentang umurnya, untuk apa dihabiskannya; (2) Tentang masa mudanya, apa yang telah dilakukannya; (3) Tentang hartanya, dari sumber mana dia peroleh dan (4) dalam hal apa dia membelanjakannya; (5) dan tentang ilmunya, mana yang dia amalkan” (HR. Ahmad)
Poin kedua adalah tentang masa mudanya. Masa muda adalah masa dimana seseorang belajar hal lebih banyak. Pemuda adalah sosok-sosok tangguh dengan pemikiran-pemikiran yang cemerlang.
Dalam bukunya “Menyiapkan Momentum”, Rijalul Imam, Ketua Umum Kesatuan Aksi mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Pusat mengatakan “pemuda ditakdirkan dalam sejarahnya berperan strategis sebagai agent of change. Begitu pula dalam sejarah Islam. Kebangkitan Islam pertama di zaman Rasulullah di topang oleh para pemuda. Di era keemasan peradaban abad pertengahan pun demikian, para ilmuwan itu adalah kawula muda. Bahkan para ahli hadist yang terkenal itu pun anak-anak muda. Mereka mencari kebenaran periwayat, sanad dan matannya keberbagai negeri tanpa di biayai oleh pemerintah dari ongkos baitul mal. Tidak. Tidak sama sekali. Mereka melakukan perjalanan jauh dari satu negara ke negara lain dengan berjalan kaki dan naik hanya untuk verifikasi hadist dengan biaya mandiri. Hasilnya: ilmu obyektif yang muncul dan penuh barokah, tanpa bias intervensi elit kekuasaan.
Begitulah sejarah mengajarkan kita tentang pemuda-pemuda yang telah menorehkan sejarah. Masa muda mereka digunakan untuk menebar kebaikan. Lalu pertanyaannya, apa yang sudah kita lakukan sebagai pemuda? Atau apa yang telah kita lakukan saat masa muda? Bagi orangtua yang sekarang sudah tidak muda, banyak kemungkinan jawaban, dia tersenyum saat mengingat masa mudanya yang digunakan untuk melakukan kebaikan-kebaikan atau dia berada dalam titik penyesalan, diam seribu bahasa, tidak bisa berkata apa-apa karena yang dilakukannya hanyalah hal-hal yang tidak berguna, untuk dirinya apalagi orang lain. Atau dia merasa biasa-biasa saja, karena fikiran dan hatinya sudah tidak berfungsi normal akibat sikap “acuh tak acuhnya”.
Sekarang kita sebagai pemuda, khususnya mahasiswa, sebagai orang-orang “pilihan” seharusnya lebih jeli mengamati hal itu. Mahasiswa adalah kaum muda yang berada ditengah-tengah realitas sosial. Di masyarakat dia dihormati karena ilmunya, di tataran kekuaasaan (pemerintahan) dia disegani karena ke kritisannya. Tapi apakah peran itu sudah di mainkan dengan baik oleh mahasiswa di Indonesia saat ini? Satu pertanyaan, yang membuat saya intropeksi diri sebagai Mahasiswa yang katanya “agent of change” itu. Ditengah problematika yang terjadi di Negeri ini, kasus korupsi yang sudah tidak asing lagi ditelinga, kasus Tanjung Priok yang mencekam, dan kasus-kasus lain yang terjadi di negeri ini. Apakah kita sebagai mahasiswa hanya menutup mata dan telinga terhadap realita yang terjadi?
Sesungguhnya, sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Kaum muda khususnya mahasiswa adalah orang-orang yang mempunyai kesempatan itu. Mahasiswa mampu melakukannya jika kita/mereka mau mengambil kesempatan itu. Realita yang sekarang terjadi, mahasiswa hanya mementingkan pendidikan semata. Tidak salah memang, tapi pertanyaan yang lantas keluar, apa benar-benar mementingkan pendidikan? Sangat bagus kiranya kalau memang kita benar-benar kuliah sehingga membuat kita, orang tua dan orang-orang disekitar kita bangga karena prestasi yang ditorehkan kita.
Menurut saya mahasiswa zaman sekarang lebih “memilih menjadi mahasiswa yang hedonis”, padahal sesungguhnya mahasiswa adalah orang yang mampu berperan lebih untuk kemaslahatan masyarakat. Sebagaimana kita tahu, saat ini, banyak mahasiswa yang mementingkan cepat lulus tanpa memikirkan apapun, dapat gelar, bekerja dan hidup nyaman. Saya sebagai mahasiswa dan kaum muda, merasakan kesedihan yang begitu mendalam, saat masalah-masalah yang bermunculan di negeri ini. Apakah lantas itu yang diharapkan dari kehidupan? Dimana tanggung jawab kita sebagai makhluk sosial?
Dalam kondisi seperti ini, sepatutnya kita sebagai mahasiswa yang “kemudian akan mendapat amanah untuk melanjutkan estapeta kepemimpinan” segera berbenah diri. Tidak mungkin sesuatu kepemimpinan itu tidak berganti, sudah hukum alam. Jangan lupakan kuliah kita, karena kita adalah seorang mahasiswa yang mempunyai kewajiban untuk belajar, tapi jangan juga lupakan orang-orang yang membutuhkan kita. Orang-orang yang membutuhkan suara dan layanan kita (masyarakat) dan orang-orang yang perlu solusi dari kecerdasaan serta idealisme kita (pemerintah) saat mereka berada dalam pemikiran yang buntu. Jangan jadi pembuat masalah (problem maker), misalnya saat kita lulus kuliah nanti, kita hanya menambah deretan panjang angka pengangguran di Indonesia, tapi jadilah pemecah masalah (problem solver) saat orang lain tidak bisa memberikan solusi terhadap problematika yang ada. Saatnya kita buktikan kalau mahasiswa bukan orang ecek-ecek yang kemudian hanya menjadi penonton atas semua yang terjadi. Tapi kita adalah aktor perubahan.
Dalam artikel S. sahala Saragih yang dimuat di “PR” Kamis, 15 April 2010. “Kita tidak Berubah Selama 33 Tahun”, mari kita rubah paradima itu, katakan dengan lantang kita harus berubah dan yang akan mengawali perubahan itu adalah kita, mahasiswa, kaum muda yang intelek, punya idealisme tinggi, dan kualitas yang memadai. Itulah tugas kita sekarang, bergerak terus menuju kebaikan, meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat, karena kita adalah kaum muda yang kemudian hari akan melanjutkan estapeta kepemimpinan negeri ini. Bagaimana mungkin saat kita melanjutkan kepemimpinan, kita tidak mempunyai kualitas? Kata Hasan-Albanna, Mujadid abad ke-20 berkata “ hendaklah kalian bersungguh-sungguh meningkatkan kapasitas dirimu, hingga tongkat kepemimpinan itu diserahkan kepada yang berkualitas.”
Sesungguhnya, percuma kepemimpinan diserahkan kepada kaum muda yang tidak mempunyai kualitas. Bagaimana ia akan mengurusi permasalahan yang terjadi tanpa kualitas yang memadai. Mari kita ciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik dengan kualitas memadai. Perubahan itu suatu keniscayaan, dan kita yang akan mengawalinya. Mari bergerak, tuntaskan Perubahan!!
Allahu’alam.

Penulis, AB (Anggota Biasa) 1 Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komisariat UIN SGD Bandung

1 comments:

 
Back to top!