Searching...
Kamis, 29 Oktober 2015

Ketika Siyasi Tak Lagi Seksi Bagi Kader KAMMI #UIN Bandung

Ketika Siyasi Tak Lagi Seksi Bagi Kader KAMMI
#UIN Bandung

Dalam kelahirannya tujuh belas tahun lalu, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) telah menasbihkan diri menjadi organisasi mahasiswa ekstra, yang bergerak di bidang politik dan kepemimpinan kampus, namun bagaimana jadinya jika identitas dan karakter politik itu tidak terlihat atau terasakan baik oleh kader maupun oleh orang-orang diluar KAMMI?
Jadinya, KAMMI hanya dikenal sebagai ”komunitas”, “keluarga” atau organisasi yang ada atau tiadanya sama saja. Berbagai analisis-pun muncul menanggapi hal demikian, apa karena kurang maksimalnya Kaderisasi, Kajian Strategis atau departemen lain yang menjadikan kultur politik KAMMI seolah jadi hal yang tabu dan politik menjadi wacana yang habis dibibir saja?
Terasa begitu lengket jika kita melihat bagaimana trek KAMMI komisariat UIN Bandung menjadi subjek dari kultur yang demikian. Mari bedakan antara kompetisi politik bersenjata argumentasi dan siyasah dengan rekrutmen biasa masuk Hima Jurusan , Senat, atau bahkan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas yang biasa dan jarang sekali terasa berdinamika.
Politik bukan hanya sekedar masuk BEM dan menempati posisi strategis, namun akhirnya tidak bisa apa-apa dan terbawa pihak lain serta hanya menjadi penonton yang berada di kursi terdepan. Politik adalah seni mengatur strategi, berpadu mental baja dan perang ide. Lebih spesifik, politik KAMMI adalah penyebaran kebaikan dan maslahat untuk warga kampus dengan fasilitas kepemimpinan.
Beberapa kader malah lebih menilai politik sebagai hal kotor nan fragmatis, menjadikan malas jika diundang hadir dalam musyawarah BEM. Padahal sekali lagi, KAMMI didesain dan digadang sebagai organisasi ekstra yang bergerak dibidang politik kampus dengan mengusung misi dakwah.
Maka bagaimana cara tersembuhkan dari penyakit yang menyerang akal dan tekad serta semangat ber-siyasi ini?.
Mari runut dari awal masalah terlebih dulu, siyasi tidak dilakukan melalui tekad kuat dan visi baik saja. Kenikmatan melihat rakyat dari bawah membuat tempat teratas dalam tambuk kepemimpinan diserbu banyak orang dan macet diperjalanan, hingga saling sikut sana-sini untuk mendapatkan jalan tercepat dan mudah dilakukan. Maka perlu pembelajaran secara teoritif dalam memahami strategi, agar tak kena “siku dan babak belur tertinju”. Tanyakanlah, sudahkah ada kajian rutin baik secara struktural ataupun kultural tentang hal demikian? Jika belum maka ini menjadi hal yang sangat urgen untuk kelestraian kultur siyasi KAMMI.
Sebab pemahaman akal, setelah ikhlasnya hati adalah hal terpenting. Kemudian bagaimana dengan antusiasme ikut berkompetisi dalam merebut kemenangan, sudahkah begitu ramai, atau malah sepi dan saling lempar “Kursi” dan berkata “antum aja akh, antum lebih pantas dibanding ana” ujar seorang ikhwan satu, ditimpali ikhwan lain dengan ungkapan hampir sama. Jika demikian, maka bersiaplah kalah, dan berganti dengan kepemimpinan yang kita tidak tahu niat dan tujuannya. Apa membawa misi kebaikan atau malah keburukan. Ingatlah ucapan Anies Baswedan “Kedzoliman akan terus ada, bukan karena banyaknya orang jahat, tetapi karena diamnya orang-orang baik”.
Siyasah memiliki karakter ambisius, selain cerdik dan mental baja. Maka mari menumbuhkan antusias bukan apatis dan berharap tidak dipilih untuk maju menjadi calon penyebar kebaikan dengan fasilitas kepemimpinan.
Diakhir mari tanyakan jam terbang dan pengalaman. Pernahkah terlibat dalam aktivitas siyasi? Jangan sampai hanya jadi penonton tanpa ekspresi. Membiarkan kelas terbaik dalam hidup mengalir begitu saja tanpa ilmu yang kita dapat. Kemudian biarkan guru terbaik sang pengalaman, menuntun dengan caranya kepada kita dalam memutuskan berjalan terus, berhenti atau berbalik kebelakang.
UIN Bandung, sesungguhnya bagai lahan produktif. Lapangan latih yang bisa membangun akselerasi nan cepat bagi siapa saja yang mau bertahan berlatih bersamanya. Karena jika melihat UPI, UNPAD, ITB, dan POLBAN, UIN memiliki kebebasan dalam berekspresi dipanggung politik kampus melalui organ ekstra, dibanding Kampus Negeri lain di Bandung. Lawan tanding nya pun begitu jelas, kuat dan berpendukung rapat. Kini tinggal bagaimana para pengurus komisariat memupuk benih Muslim Negarawan di ladang politik UIN Bandung yang begitu subur.
Wallahu’alam Bishowab


Iwan Maulana (Sekretaris Departemen Kaderisasi ; 2014-2015)




Post by KN (Humas KAMMI UIN Bandung)

0 comments:

Posting Komentar

 
Back to top!