Searching...
Selasa, 17 November 2015

BALAS LAGI DENGAN KARYA

BALAS LAGI DENGAN KARYA





Fenomena bom di Paris belakangan ini sedang gencar-gencarnya diperbincangkan publik. Terhitung hari ini telah dua hari berlalu sejak kejadian naas tersebut terjadi (13/11). Dikatakan 158 orang tewas dan 200 lainnya mengalami luka serius. –Republika.co.id. Hal tersebut menyita air muka khalayak ramai, sedesir pertanyaan pasti menyelubungi benak mereka. Wajar. Itu insting kemanusiaan yang sempurna.

Tetapi lensa jurnal dunia telah menjawab. Jawaban yang samar namun yakin akan ditelan, walau mentah. Siapapun tahu bahwa sebersit pertanyaan yang pertama kali akan muncul itu adalah … sesuatu yang klasik. “Siapa pelaku kejahatan kemanusiaan itu?” Tentu kita tahu memang seharusnya dunia mengklarifikasi pertanyaan tersebut. Dengan tepat dan cerdas tentunya. Namun celakanya, masyarakat dunia terlalu lugu untuk sebuah analisis yang memerlukan beberapa Joule energi untuk bertabayun. Memang, tidak sepenuhnya kita bisa menyalahi seorang bayi yang makan permen.
Telah dikatakan oleh seorang saksi bahwa sebelum kejadian naas tersebut terjadi terdengar suara senapan keras berbunyi menembus udara dan kemudian disusul dengan teriakan sebuah kalimat pengagungan Tuhan yang merujuk pada agama tertentu. –Tempo.co. Tentu, kesaksian orang tersebut telah dilansir oleh jutaan lensa media hingga tembus ke kancah dunia. Sehingga, tak bisa dipungkiri santapan mentah itu ditelan oleh jutaan pasang mata dan telinga. Pertanyaannya, “Maukah dunia mengklarifikasi jawaban tersebut hingga jelas adanya bahwa pernyataan itu akurat?”. Jika memang tidak bisa ditanyakan, baiklah, penulis berdoa semoga dunia melek.
Pelansiran-pelansiran tersebut jelas memojokkan pihak terkait. Hingga pihak tersebut dihantui rasa bersalah karena dakwa yang sebenarnya tidak pernah pantas disandingkan kepada mereka. Muslim. Sebut saja pihak tersebut dengan nama Muslim.
Sebagai pihak yang didakwa … selow. Bagi penulis pribadi kisah memprihatinkan yang menyangkut kemanusiaan ini adalah sebuah tragedi yang memang harus diseriusi tindak lanjutnya. Tidak apa-apa, siapapun dipersilahkan ngaksi dengan berbagai macam bentuk dukungan seperti mengganti DP dengan bendera Prancis dan yang lainnya. Semoga itu menjadi amal karena bentuk peduli kita terhadap tragedi kemanusiaan yang ironis ini.
Namun bagi muslim sendiri kejadian ini adalah pencerdasan ghiroh. Dimana lagi-lagi charger iman kita semakin full karena kobar api tauhid kita telah dicoba ditiup dari berbagai penjuru. Dimana lagi-lagi kita disuguhkan ladang ekplorasi iman yang luas dengan terpampangnya layar lebar tentang keteterannya rival-rival islam dalam menghadapi dakwah.
Kalem. Ingat firman Allah dalam surah Al-Jatsiyah ayat 14 yang artinya : “Katakanlah (Muhammad) kepada orang-orang beriman, hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tidak takut akan hari-hari Allah karena Allah akan membalas suatu kaum sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.”
Redaksi dari ayat tersebut adalah Allah memerintahkan umat islam untuk memaafkan apa yang telah dilakukan oleh rival-rival islam diluar sana. Karena bahwasannya mereka tidak tahu. Rasulullah SAW dahulu kala menghadapi berbagai macam cobaan seperti diludahi dilempari kotoran, namun beliau mendoakannya karena sesungguhnya mereka tidak tahu. Namun, bukan berarti kita menepati apa yang bathil dari mereka. Artinya, tetap, ketika 7 milyar penduduk bumi di cekoki dengan makanan-makanan mentah tersebut diatas, harus ada yang kita lakukan. Karena kemungkaran memang harus diingkari. “Barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, jika ia masih tidak mampu maka dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR.Muslim)
Dalam konteks seperti ini, pihak yang terpojok tidak bisa berbuat apa-apa. Karena meja hijau tidak akan tersentuh logika jika tiada bukti yang akurat, kalaupun meja hijau tersentuh maka yang terjadi hanya anggapan kekonyolan belaka dan anggapan publik tentang perasaan terpanggil pihak yang terkait atas berita yang beredar.
Banyak hal yang bisa kita lakukan sebetulnya, “Karya lawan dengan karya.” (Buya Hamka). Melihat kejadian prihatin ini oknum-oknum kiri memanfaatkan keadaan dengan menyebarluaskan berita mentah tanpa klarifikasi mendalam tentang kesaksian diatas, dengan berani juga mereka memaparkan informasi-informasi SARA yang jelas menjustifikasi dengan sangat menyedihkan. Padahal, penulis pikir, dunia juga tahu bahwa ada bangsa-bangsa lainnya yang mengalami penderitaan lebih yang seharusnya juga di ekspos ke muka publik. Dan sekali lagi, kita tidak bisa menggiring ketidakadilan itu pada meja hijau. Satu dari banyak cara untuk membalasnya adalah dengan hal yang sama. Tidak dengan keburukan tentunya. Jika karya dibalas dengan karya, maka media dibalas juga dengan media. Jika mereka bisa menutup mata dunia dengan kepalsuan, maka kita bisa membuka mata dunia dengan kebenaran. Dengan menshare tentang Intifadha 3 misalnya, yang sangat jelas memaparkan bahwa ada yang lebih butuh diseriusi loh!:-) 



Ayu Arba Zaman- Staff Kebijakan Publik KAMMI UIN Bandung (2014-2015)



#di Pos kan oleh Humas KAMMI UIN Bandung - KN

0 comments:

Posting Komentar

 
Back to top!