Searching...
Rabu, 16 Desember 2009

KEDEWASAAN DALAM BERDAKWAH

Dakwah adalah tugas fitrah manusia yang diamanahkan oleh Allah SWT agar manusia saling mengingatkan dalam kebaikan serta membawa mereka untuk kebahagiaan di dunia dan akhirat serta membawa kemaslahatan bagi semua makhluk.
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabbmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS An-Nahl:125).
Akan tetapi dalam kenyataannya berdakwah itu tidaklah mudah. Adalah merupakan hal yang fitrah pula dan telah berlangsung sejan zaman Nabi Adam, bahwa menyeru manusia kepada kebaikan adalah sesuatu yang sangat sulit. Terkadang telah lama waktu yang dihabiskan, begitu besar biaya dan tenaga yang dikuras, akan tetapi hasil yang diharapkan cenderung tidak seimbang bahkan nihil sama sekali.
Keadaan seperti inipun tak lepas dari dunia kampus. Bahkan dengan ciri khas tersendiri, dakwah kampsu memiliki fenomena dakwah yang berat. Betapa tidak, dakwah di kampus, berarti menganjurkan kebaikan di suatu lingkungan yang dianggap intelek. Menyampaikan nilai-nilai keislaman kepada suatu komunitas masyarakat yang sangat menjunjung tinggi aspek rasionalitas. Justru di sinilah letak kekhasan itu. Mungkin lebih mudah untuk menyampaikan dakwah kepada masyarakat yang memang belum tahu atau belum paham karena mereka lebih mudah menerima apa yang disampaikan, dibandingkan bila berdakwah kepada kalangan kampus (mahasiswa). Mengapa? Aspek logika yang cenderung diprioritaskan, menyebabkan mereka senantiasa mempertimbangakan sesatu berdasarkan dimensi logika atau ekspektasi akal terhadap informasi yang diterima.
Hal ini lebih dipertegas lagi oleh kenyataan bahwa kampus adalah bagian yang terintegrasi dengan sistem sosial, dimana secara psikis dan psikologis, apapun yang terjadi di masyarakat akan mempengaruhi kehidupan kampus juga sebaliknya. Selama itu masih berlangsung dalam tataran positif dan kondusif, maka tidak akan membawa masalah, akan tetapi pada kenyataanya kampus lebih mudah terkontaminasi dengan dampak negatif sehingga menciptakan kompleksitas, dan ketidakpastian dakwah yang lebih tinggi serta menciptakan kondisi tarik menarik antara berbagai kepentingan, berbagai pemikiran, berbagai idealisme, dan lain-lain. Kondisi ini tentulah membutuhkan suatu manhaj atau manajemen dakwah yang khusus pula.
Di sisi lain, untuk menghadang keadaan ini dibutuhkan perangkat sumber daya manusia (brainware) yang handal. Tantangan dakwah yang semakin besar membutuhkan kreatifitas, kekuatan, dan yang terakhir namun sangat penting adalah kedewasaan. Ada saat dimana para aktifis dakwah kampus terlihat seperti 'singa' yang senantiasa aktif mengurusi dakwah di kampus. Saking aktifnya sehingga mereka tidak memberi peluang secuilpun melihat ada yang 'kurang' di kampus mereka. Namun ada saat dimana mereka terlihat down dalam bergerak. Bagi mereka yang sudah dibekali dengan bekal tazkiyatun nafs yang baik, maka hal itu tidak akan berlangsung lama karena dalam waktu yang relatif singkat mereka akan kembali 'pulih'. Hal ini biasanya terdapat pada diri aktifis yang dewasa dalam melihat kondisi. Sedangkan bagi mereka yang 'belum dewasa' maka akan membutuhkan waktu yang lama untuk 'pulih'.
Berbagai tantangan itu seolah datang menyerang kita dari segala arah tanpa menunggu kita siap atau tidak. Di sinilah titik awal kedewasaan.
Kedewasaan dalam bertindak dan berperilaku tanpa harus selalu tergantung pada orang lain sangat dibutuhkan dalam dakwah. Untuk membina kedewasaan maka dapat dilakukan upaya sebagai berikut:
1. Senantiasa mengingat Allah Subhanahu Wa Ta'ala dimana dengan mengingatNya kita akan tenang dan akan selalu teringat akan amanah yang dibebankan di pundak kita.
2. Betul-betul memahami tentang urgensi waktu dan kerugian bagi orang-orang yang menyia-nyiakannya dimana aktivis dakwah selalu harus dalam kondisi siap pakai dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan amanahnya.
3. Mengenali diri sehingga mampu menggenjot potensi dan menutup semua jalan masuk yang memungkinkan untuk tidak bersemangat.
4. Mentarbiyah diri baik tarbiyah ruhiyah maupun tarbiyah jasadiah baik dengan tazkiyah dan tausiah atau kegiatan-kegiatan pembinaan dan pengembangan potensi individual.
5. Menyadari hakikat dakwah dan semua aspek yang mempengaruhinya. Bahwa tantangan dakwah itu bertumbuh melebihi kecepatan dakwah itu sendiri, sehingga tak ada waktu untuk berpangku tangan.
6. Mulai berhenti untuk hanya memikirkan diri sendiri. Ingat bahwa selain kita, ada hak orang lain atas kita. wasat dalam segala hal. Tidak berlebih-lebihan dan juga tidak memudah-mudahkan.
Apabila semua ini telah diterapkan secara baik, maka insya Allah akan tercipta singa-singa Allah yang matang dalam sikap dan dewasa dalam bepikir, wAllahu ta'ala a'lam. (Elkhalifah dari berbagai sumber)

0 comments:

Posting Komentar

 
Back to top!