Searching...
Rabu, 16 Desember 2009

KERIKIL DAKWAH YANG MENYESAKKAN: CATATAN UNTUK YANG KEHILANGAN KEASLIAN

“Betapa hatimu semakin keras sekeras bahkan lebih keras dari batu. Kesombongan dan bangga-bangga diri terlalu sering mendominasi sikap dan penyikapanmu dalam melangkah di setiap harinya. Penyakit sekaligus virus riya’ kadang melingkari amal dan aktivitasmu. Kehadiranmu di ruang pengkaderan (tarbawi) dan ruang amal serta rapat (syuro’) hanya dianggap bahkan dijadikan sebagai batu loncatan untuk mendapatkan penghargaan manusia: semacam dapat amanah anu dan anu”.
Semuanya dilampaui tanpa tahu diri. Lalu, inikah yang membuatmu berbangga sambil riya’ dan merendahkan saudara dan para kader yang menanti teladan? Apakah ini juga yang menjadi pakianmu di saat dirimu menjadi pemimpin (qiyadah) yang lelah dan berkeringat dalam merumuskan dan mengarahkan semua kebijakan stratgis dakwah? Apakah tidak cukup bagimu kritikan indah dari pernyataan seorang kader berikut ini? “Akhi, ana malu aktif lagi, karena ana melihat ada alumni pengurus yang satu hari penuh tidak tilawah, bulsit dengan amal yaumi aktivis dakwah. Ana ga mendapatkan keteladanan dalam banyak hal seperti kata-kata, sikap dan sapaan.”
Ini bukanlah kisah ongkokan yang tak bermakna dan ogah untuk diperhatikan. Ini merupakan kenyataan yang sudah mendiami sebagian besar benak kader yang sempat diajak ngobrol oleh alumni pengurus wajihahnya. Dan itu semua adalah cambuk bagimu yang terlampau lama tengglam dalam lautan nista. Agar engkau lebih tahu bahwa dirimu di hati para kader dan aktivis dakwah bukan siapa-siapa, di saat engkau merasa bahwa engkau punya nama dan tempat penghormatan.
Untukmu yang suka dan hoby sombong di jalan dakwah ini. Yang engkau peroleh dari sini, dari jalan dakwah ini hanya itu, hanya kesombongan dan riya’, setelahnya engkau akan mendapatkan penghargaan manusia kemudian engkau mati dalam keadaan hatimu busuk seperti bangkai. Fisikmu hidup tapi hatimu tersiksa dunia dan penghargaan para penghuninya. Jika itu yang engkau cari, maka engkau tersesat dan lebih sesat dari binatang yang sering engkau hina, seperti anjing, babi, kera dan sejenisnya. Lalu, apakah itu yang membuatmu tak merasa kecil di depan banyak orang yang boleh jadi lebih ikhlas untuk beramal dalam ruang dakwah ini?
Adalah kebulatan tekadmu dulu ketika awal-awal masuk dalam ruang dakwah ini telah kau gadai dengan kepalsuan dirimu dalam beramal. Keaslian dakwah engkau jual untuk dunia atas alasan ijtihad dan pilihan darurat yang tak jelas ujungnya. Bermaksiat dalam kemasan aktivitas tidak membuatmu merasa bersalah dan terhina. Padahal hatimu sedang dikuasai oleh syetan yang memang sudah berjanji mengganggumu untuk tidak ikhlas dalam beramal. Karena bagimu kini, keikhlasan adalah pajangan penghormatan dan penghargaan manusia. Lalu, adakah engkau sadar dengan itu semua? Kalau engkau tidak merasa, cukuplah lisan dan sikap banyak kader atas sikap dan sifatmu menjadi bukti nyata bahwa dirimu adalah sampah dakwah yang pura-pura memakai baju dakwah. Ibadahmu jauh dari kuantitas dan kualitas ibadah para kader yang engaku remehkan. Amal sholehmu juga sangat sedikit, sehingga maksiat dan kesombonganmu lebih banyak dari keikhlasanmu dalam beramal. Lalu, apakah engkau sadar jika itu adalah baju yang sedang engkau pakai sekarang? Jika tidak, maka engkau memang layak dikuburkan sebelum malaikat maut menjemput ruhmu yang masih bersamamu. Atau engkau tak merasakan apa-apa? Jika tidak juga, maka engkau adalah manusia tengil yang mesti bertobat atau engkau tetap dalam kenyataan: mati dalam kehidupan fisikmu.
Betapa sedihnya dirimu yang mengaung dan berbusa di mana-mana: di kampus, di rumah, di masjid, di tempat pengajian bahkan di berbagai tempat dengan lisan tanpa makna. Kata-katamu kering tak berbekas. Lisanmu cerdas, tapi ruhmu kering. Engkau merasa memiliki sesuatu, namun yang mendengarmu bilang kalau engkau tak punya apa-apa. Engkau habiskan waktumu tuk bermain-main atau mungkin membaca, namun berapa ayat al-Qur’an yang kau renungi setiap harinya? Jadwal membicarakan dunia telah mendominasi jadwal hidup dan gerakmu. Namun ayat Allah nyaris bahkan sering engkau lupakan. Kalaupun engkau tilawah dan merenungi beberapa ayat, itu bukan karena rindu dengan ayat-ayat itu. Tapi karena engkau takut jika di ruang pengkaderan (tarbawi) engkau dianggap kader biasa gara-gara engkau tak memenuhi tugas bulanan atau pekanan. Engkau menjadikan ayat-ayat Allah itu sebagai mantra-mantra tanpa dipahami dan direnungi isi dan pesannya. Engkau tuli bahkan hatimu buta dengan ketegasan ayat-ayat itu dalam mengingatkanmu agar tidak lalai dalam hidup. Agar engkau berilmu sebelum beramal. Agar engkau mendalami ilmu. Apalah lagi engkau memakai baju baru bahkan mungkin sudah menjadi baju lamamu: Aktivis Dakwah. Engkau justru telah merusakan dan mengotori baju besar itu. Yang wanginya hanya diperoleh dengan ilmu, amal dan keikhlasan. Lalu, dengan itu engkau menjadi sombong. Itu cukup bagi siapa-siapa bahwa engkau bukan siapa-siapa, pada saat engkau merasa di mana-mana dan siapa-siapa bahkan di atas siapa-siapa. Wallahu a’lam. []
Bandung; 11 Desember 2009
Bidang Kaderisasi KAMMI Wilayah Jawa Barat
Ikhwan (085 320 230 299), Akhwat (085 294 768 776)

0 comments:

Posting Komentar

 
Back to top!