Searching...
Senin, 17 April 2017

Kesetaraan Gender VS keserasian Gender


Oleh : M Ridwan Wildan MJS
( Staf Departemen KP UIN SGD Bandung )

Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti “jenis kelamin”, kemudian menjadi sebuah istilah yang bermakna perbedan peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan. Namun belakangan gender tidak lagi dibatasi pada persoalan sex (jenis kelamin) terkait maskulin dan feminine dalam tataran heterosexsual , tapi juga mencakup jenis gender ketiga yang bersifat cair dan berubah-ubah, serta senang memakai pakaian gender lain dalam tataran homosexsual atau lesbianism.
            Istilah “bias gender” biasa digunakan untuk menunjukan suatu kondisi pembedaan yang merugikan kaum wanita dan menguntungkan kaum peria sebagai akibat dari perbedaan jenis kelamin. Sedang istilah “kesetaraan Gender” biasa digunakan untuk menunjukan suatu kondisi yang posisi peran dan tanggung jawab wanita dan pria setara tidak berbeda dalam semua hal.
            Kini, dalam konteks mempertajam pengetahuan dan wawasan, penulis mengutip dari tulisannya Habib Rizieq Syihab yang dimuat dalam suara islam press yang menawarkan dengan istilah “Keserasian Gender” untuk menunjukan suatu kondisi keharmonisan dalam perbedaan peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan. Ini penting karena  Islam sebagai agama mayoritas bangsa Indonesia memiliki aturan yang komprehensif tentang pembagian peran dan tanggung jawab antar pria dan wanita sesuai dengan aspek biologis psikologisnya masing-masing secara adil. Dengan “Keserasian Gender” akan terwujud keharmonisan hubungan antara jenis pria dan wanita dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk menuju Indonesia yang adil dan makmur. InshaAllah
            ISLAM DAN GENDER
            Di masa jahiliah, hampir seluruh bagian dunia menempatkan wanita sebagai jenis hina, mahkluk rendah, manusia kelas dua, pelengkap kehidupan, barang hiburan, pemuas hawa nafsu, sumber dari segala dosa dan budak rumah tangga. Wanita menjadi korban ketidakadilan dan bangsa penindasan selama berabad-abad.
            Di Jajirah Arab, mengubur hidup-hidup anak perempuan menjadi tradisi yang dibanggakan. Lalu Rasulullah SAW datang menyinari dunia dengan risalah islam yang membela wanita dari ketidakadilan dan menyelamatkannya dari penindasan, bahkan mengangkat derajatnya ketingkat yang sangat terhormat dan memberi perlindungan tingkat tinggi, serta memprlakukannya dengan seadil-adilnya.
Islam tidak melarang wanita untuk berkarir dan berprestasi dalam bidang pendidikan, ekonomi, politik, social,budaya dan tekhnlogi, selama terpenuhi rukun dan syaratnya, serta tidak dilanggar batasan syariatnya. Bahkan dalam Islam wanita diwajibkan untuk menuntut ilmu sebagaimana diawajibkan kaum pria. Dalam ketaatan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, wanita dan peria punya kewajiban yang sama, serta mendapat janji dan ancaman yang sama pula. Adapun dalam pembedaan peran dan tangung jawab antara laki –laki dan perempuan dalam harmoni kehidupan, maka Islam menetapkan aturan yang sangat adil sesuai aspek biologis dan psikologis masing-masing jenis kelamin, untuk mewujudkan “Keserasian Gender” yang mencerminkan “Keadilan Gender” dalam makna yang benar.
Dalam Islam, wanita makhluk mulia dan terhormat yang memiliki harkat dan martabat yang tinggi, bahkan memiliki sejumlah keistimewaan yang tidak dimiliki kaun pria. Islam menjadikan penghormatan kepada Ibu tiga kali lebih utama daripada penghormatan kepada ayah. Islam menempatkan surga di bawah telapak kaki ibu, bukan ditelapak kaki ayah. Islam mewajibkan pria yang wajib membayar mahar perkawinan kepada wanita, tidak sebaliknya.  Islam mewajibkan pria untuk memberi perlindungan kepada wanita, bukan sebaliknya. Islam mengutamakan pihak wanita dari pada pihak pria dalam hak hadhonah (pemeliharaan anak) disaat terjadi perceraian. Islam membebankan pria dengan kewajiban berat yang tidak dibebankan kepada wanita, seperti mencari nafkah, menegakkan shalat berjamaah di mesjid, melaksanakan shalat jum’at, memimpin negara dan jihad.
Bahkan dalam sejumlah hal yang tidak sedikit, islam lebih memperhatikan wanita daripada pria. Misalnya, dalam pembagian warisan, anak laki-laki mendapat dua bagian anak perempauan dari warisan ayahnya yang meninggal dunia, dengan ketentuan bahwa sianak laki-laki berkewajiban untuk menanggung nafkah ibu dan saudari-saudarinya yang ditinggal sang ayah, sedang si anak perempuan tidak diwajibkan yang demikian itu. Secara matematis, bagian warisan anak laki-laki dalam waktu tertentu akan habis terpakai untuk pembiyaan keluarga, sedang bagian warisan anak perempuan akan tetap tidak berkurang.
Contoh lainnya dalam soal pemberian  (hadiah/hibah), islam menganjurkan penyamarataan bagian antara anak laki-laki dan perempuan , bahkan jika harus dibedakan maka dianjurkan bagian anak perempuan yang dilebihkan dari pada bagian anak laki, sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh imam Ath-Thabrani Rhm dan Imam Al-Baihaqi Rhm tentang sabda Nabi Muhammad SAW yang bunyi terjemahnya: “ Samakanlah diantara anak-anakmu dalam pemberian. Andaikata aku melebihkan bagian seorang (dari anak-anaku), niscaya aku lebihkan bagian anak perempuan.”  Disana masih banyak lagi dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menunjukan keistimewaan wanita yang tidak dimiliki pria. Silakan menelusurinya bagi yang ingin tau lebih banyak.
Selain itu, Islam memberi wanita “cuti rutin” dari shalat tanpa qadha saat haid atau nifas. Tentu ini hal yang sangat istimewa buat kaum wanita, sabagai rahmat dari Allah SWT untuk memudahkan kehidupan  mereka dan meringankan bebannya. Betapa Islam “memanjakan” kaum wanita dengan penuh cinta dan kasih sayang. SubhanaAllah!
BARAT DAN GENDER
Kaum wanita di Barat mengalami nasib tragis berupa penindasan berkepanjangan akibat jenis kelamin. Dari zaman Yunani kuno hingga zaman modern sekalipun, wanita di vonis sebagai manusia cacat, bahkan dianggap makhluk setengah manusia , sehingga hanya menjadi objek perlakuan sewenang-wenang dari kaum pria yang merasa sebagai manusia utuh dan sempurna. Sementara agama yang mereka anut tidak memberikan solusi sejati terhadap persoalan tersebut. Akumulatif kekecewaan dan sakit hati kaum wanita dibarat telah melahirkan gerakan feminisme yang merupakan pemberontakan wanita barat terhadap kedzoliman kaum prianya. Sekitar tahun 1970 an, gerakan feminisme di London melahirkan tuntutan “Gender Equality”(Kesetaraan Gender), yaitu tuntutan penyetaraan serta penyamaan peran dan tangguang jawab laki-laki dan perempuan, mulai dari persoalan individu, keluarga hingga urusan negara.
Hingga kini pun, barat tidak punya solusi bagus untuk mengatasi persoalan “Bias Gender” yang terus berlangsung hingga saat ini. Sekalipun di barat telah terjadi gerakan feminism secara besar-besaran dalam tuntutan “kesetaraan gender”, namun pada prakteknya tetap saja barat menempatkan wanita hanya sebagai “budak syahwat”. Lihat saja dengan dalih modernitas, kecantikan wanita di festivalkan, dan keindahan tubuhnya dipertontonkan, serta goyang erotisnya diperlombakan. Bahkan tarian wanita telanjang (striptis) dijadikan objek wisata resmi, dan pelacurpun dijadikan profesi kerja legal bagi perempuan. Semua itu fakta tak terpungkiri, bahwa kaum lelaki dibarat tetap dijadikan nomor satu sebagai “pembeli”  dan “pemakai” , sedang kaum perempuan tetap dijadikan nomor dua sebagai objek yang “dibeli” dan “dipakai”.
Dengan demikian, latar belakang persoalan Gender di tengah masyarakat barat dan penanganannya tidak sama dengan apa yang terjadi dalam sejarah islam. Islam tidak pernah punya persoalan dengan “gender”, dalam islam tidak ada “bias gender” sehingga islam tidak butuh “kesetaraan gender” islam telah mengajarkan dan mengamalkan “Keserasian Gender” yang sangat sempurna dan menakjubkan sejak hampir lima belas abad lalu, melalui praktek kehidupan Rasulullah SAW dan Ahlul Bait serta para sahabatnya yang mulia, Rodiyallahu’anhum. Alhamdulillah !  
   
Semoga Bermanfaat …

0 comments:

Posting Komentar

 
Back to top!