BIARKAN HADIAH BICARA
“Sambunglah orang yang
memutus silaturahmi denganmu. Berilah hadiah kepada orang yang enggan
memberimu. Dan jangan hiraukan orang yang mendzalimi mu”. (HR.Ahmad)
JANGAN BIARKAN
KEBENCIAN BERKELANJUTAN
Selalu
saja ada sisi positif dan negatif dalam sebuah interaksi. Positif ketika
interaksi menumbuhkan rasa cinta dan
penuh kasih sayang, kuatnya persaudaraan atau yang lebih dikenal dengan kata
ukhuwwah islamiyah secara kaffah. Dan negatif, saat interaksi meletupkan bunga-bunga
api kekecewaan, kebencian pun tak terelakan. Kebencian karena persoalan teknis semisal salah
faham, emosi dadakan, mestinya hanya bisa bertahan dalam beberapa hari. Karena
prinsipnya
setiap mukmin punya ikatan yaitu akidah islam. Sehingga persoalan teknis
dilapangan bisa cair sendiri bersama waktu dan kesibukan. Setelah itu,muncul lagi
sebuah kerinduan. Namun begitulah syetan. Emosi yang labil menjadi alat efektif
pintu syetan untuk mengobrak-abrik peersaudaraan. Sesama mukmin menjadi
marahan. Bahkan, pada dosis tertentu marahan bisa diwariskan ke anak cucu. Na’udzubillah.
Bahkan Rasulullah pernah bersabda, “Cinta bisa
berkelanjutan (diwariskan) dan benci pun demikian”. (HR.Al-Bukhori). Putus
persaudaraan bukan hanya dilakoni para pelaku, tapi bisa diwariskan dari
generasi ke generasi. Suatu hal yang mestinya tidak mungkin terjadi dalam diri
seorang muslim itu sendiri.
SIRAM API DENGAN
AIR, BUKAN DENGAN API
Jika marah diibaratkan sebagai api, maka airlah yang paling cocok agar
api itu segera padam. Tidak mungkin kalau api padam dengan api. Dan airlah yang
sangat pas buat silaturahim. Sekeras apapun sebuah kebencian, boleh jadi rapuh
dengan beberapa celah kasih sayang dan sentuhan persaudaraan bahkan ukhuwwah.
Orang yang diumbar marah dan benci sebenarnya sangat membutuhkan perhatian.
Tidak jarang, kebencian hanya bisa luluh dengan sebuah perhatian dan sapaan yang begitu tulus. Banyak kisah menarik di masa
Rasulullah SAW tentang hal itu. Abu Sufyan mungkin adalah orang yang paling
sadis permusuhannya dengan Rasulullah. Siang malam dia mengatur siasat bagaimana caranya
menghancurkan Rasulullah dan umat Islam. Tapi justru Abu Sufyanlah yang paling
mendapat kehormatan dari Rasul ketika Mekah diambang penaklukan. “Siapa yang masuk ke masjidil haram mendapat
keamanan. Dan siapa yang berkumpul di rumah Abu Sufyan, juga mendapat
keamanan.” Begitulah kira-kira pengumuman Rasulullah kala itu. Coba antum
bayangkan, sperti apa hati Abu Sufyan mendengar itu. Bingung, takjub dan hingga
pada akhirnya ia luluh yang begitu luar biasa. Dia pun berbalik menjadi orang
yang siap membela perjuangan Rasulullah SAW di mekah dan sekitarnya. Sungguh
begitu luar biasanya cara meluluhkan kebencian yang paling efektif tanpa
menimbulkan sebuah kebencian baru. Subhanallah banget bukan ?
HADIAH SEBAGAI
PELUNAK KELAKUAN
Ketika kles terjadi, yang
mendominasi diri setelah itu adalah ego. Diri merasa paling benar, paling mampu
dan lain sebaginya. Kelakuan pun muncul dengan begitu saja,seolah dalam dirinya
cuma ada ego tidak ada nalar, empati apalagi rasa kasih sayang sesama saudara
seiman. Jika tidak ada inisiatif jalan damai, kelakuan terus berlanjut bahkan
biasa terwariskan ke anak cucu kita kelak. Sebenarnya ada ruang-ruang dalam
diri kita yang sejalan dengan waktu membutuhkan perhatian, kerinduan terlebih
sesama kader atau mukmin sejati. Baik maupun buruk sebuah hubungan persaudaraan
bisa berbanding lurus dengan tingkat keimanan. Semakin kuat cahaya iman
bersinar, rasa belas kasihan pun mulai mengganti ego dan benci karena lahirnya
sebuah keharmonisan itu hingga menunggu momentum dan hadiah adalah merupakan
alat yang sangat efektif untuk menumbuhkan
momentum itu.
SELALU PADA
KOMUNIKASI
Bisa dibilang, sebagian besar
sebab munculnya kebencian karena salah menafsirkan sebuah ucapan. Atau, sebab
molornya perseteruan karena tertutupnya peluang berkomunikasi. Yang pertama
memperhatikan ketidakmampuan seseorang untuk mengungkapkan maksud baik. Plus,
ketidaksanggupan dari pihak lain menahan diri membuat kesimpulan yang negatif.
Ketidakmampuan mengutarakan maksud dan sifat reaktif di pihak lain menjadi
sebuah perkara yang paling rawan munculnya kles. Seperti pernah kejadian ketika
ada sebuah kasus Hathib Bin Abi Balta’ah di masa Rasul bisa menjadi sebuah
pelajaran bagi kita semua. Para sahabat termasuk Rasulullah SAW kaget ketika mengetahui
siapa pembocor rahasia penyerangan ke Mekkah. Orang itu bernama Hathib, kontan saja, Umar Bin Khattab minta izin
ke Rasul menolak. Beliau SAW meminta sahabat untuk memanggil Hathib. Penjelasan
pun disampaikan Hathib, sahabat yang masih punya keluarga di mekah ini pun
mengungkapkan keterpaksaannya demi keselamatan keluarga disana, itu saja, tidak
ada maksud membocorkan rahasia ke tangan musuh, Akhirnya Rasul pun memaafkan
Hathib. Harus ada prakarsa agar kebencian tidak berlanjut. Dan yang terbaik
adalah mereka yang lebih dulu mengawali kunjungan. Indahnya sebuah nasihat Rasulullah SAW
: “Tidak halal bagi seorang muslim menjauhi (memutuskan hubungan) dengan
saudaranya melebihi dari tiga malam, hendaklah mereka bertemu untuk berdialog
mengemukakan isi hati. Dan yang terbaik adalah yang pertama memberi salam
(menyapa)”. (HR. Al-Bukhari)
Maka ikhwatifillah, sebagaimana penejelasan tadi marilah bersama-sama
kita untuk menjaga dan meningkatkan ukhuwah islamiyah dengan saudara-saudara
kita. Menjalin kembali silaturahmi atau interaksi yang berada di ambang batas
sesuai dengan syariat islam. Salah satu solusi untuk merekatkan kembali ukhuwah
adalah dengan saling memberi hadiah. Rasulullah shallallahu 'alaihi was salam
bersabda; "Saling memberi hadiah lah kalian, niscaya kalian akan saling
mencintai." Hadiah merupakan bukti rasa cinta dan bersihnya hati seseorang
, padanya ada kesan penghormatan dan pemuliaan. Dan oleh karena itulah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerima hadiah dan menganjurkan untuk
saling memberi hadiah serta menganjurkan untuk menerimanya.
#SALAM MUSLIM NEGARAWAN
#ALAMBAWAHSADAR
Oleh : Undang
Abdul Muthalib ( SEKDEP HUMAS KAMMI UIN BANDUNG MASA JIHAD 2015-2016)
Posting and edit by KN
0 comments:
Posting Komentar