Ketika Siyasi Tak Lagi Seksi Bagi
Kader KAMMI
#UIN Bandung
Dalam kelahirannya tujuh belas tahun lalu, Kesatuan
Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) telah menasbihkan diri menjadi
organisasi mahasiswa ekstra, yang bergerak di bidang politik dan kepemimpinan
kampus, namun bagaimana jadinya jika identitas dan karakter politik itu tidak
terlihat atau terasakan baik oleh kader maupun oleh orang-orang diluar KAMMI?
Jadinya, KAMMI hanya dikenal sebagai ”komunitas”, “keluarga”
atau organisasi yang ada atau tiadanya sama saja. Berbagai analisis-pun muncul
menanggapi hal demikian, apa karena kurang maksimalnya Kaderisasi, Kajian
Strategis atau departemen lain yang menjadikan kultur politik KAMMI seolah jadi
hal yang tabu dan politik menjadi wacana yang habis dibibir saja?
Terasa begitu lengket jika kita melihat bagaimana trek
KAMMI komisariat UIN Bandung menjadi subjek dari kultur yang demikian. Mari
bedakan antara kompetisi politik bersenjata argumentasi dan siyasah dengan
rekrutmen biasa masuk Hima Jurusan , Senat, atau bahkan Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) Universitas yang biasa dan jarang sekali terasa berdinamika.
Politik bukan hanya sekedar masuk BEM dan menempati
posisi strategis, namun akhirnya tidak bisa apa-apa dan terbawa pihak lain
serta hanya menjadi penonton yang berada di kursi terdepan. Politik adalah seni
mengatur strategi, berpadu mental baja dan perang ide. Lebih spesifik, politik
KAMMI adalah penyebaran kebaikan dan maslahat untuk warga kampus dengan fasilitas
kepemimpinan.
Beberapa kader malah lebih menilai politik sebagai hal
kotor nan fragmatis, menjadikan malas jika diundang hadir dalam musyawarah BEM.
Padahal sekali lagi, KAMMI didesain dan digadang sebagai organisasi ekstra yang
bergerak dibidang politik kampus dengan mengusung misi dakwah.
Maka bagaimana cara tersembuhkan dari penyakit yang
menyerang akal dan tekad serta semangat ber-siyasi ini?.
Mari runut dari awal masalah terlebih dulu, siyasi
tidak dilakukan melalui tekad kuat dan visi baik saja. Kenikmatan melihat
rakyat dari bawah membuat tempat teratas dalam tambuk kepemimpinan diserbu
banyak orang dan macet diperjalanan, hingga saling sikut sana-sini untuk
mendapatkan jalan tercepat dan mudah dilakukan. Maka perlu pembelajaran secara
teoritif dalam memahami strategi, agar tak kena “siku dan babak belur
tertinju”. Tanyakanlah, sudahkah ada kajian rutin baik secara struktural
ataupun kultural tentang hal demikian? Jika belum maka ini menjadi hal yang
sangat urgen untuk kelestraian kultur siyasi KAMMI.
Sebab pemahaman akal, setelah ikhlasnya hati adalah
hal terpenting. Kemudian bagaimana dengan antusiasme ikut berkompetisi dalam
merebut kemenangan, sudahkah begitu ramai, atau malah sepi dan saling lempar
“Kursi” dan berkata “antum aja akh, antum lebih pantas dibanding ana” ujar
seorang ikhwan satu, ditimpali ikhwan lain dengan ungkapan hampir sama. Jika
demikian, maka bersiaplah kalah, dan berganti dengan kepemimpinan yang kita
tidak tahu niat dan tujuannya. Apa membawa misi kebaikan atau malah keburukan.
Ingatlah ucapan Anies Baswedan “Kedzoliman akan terus ada, bukan karena
banyaknya orang jahat, tetapi karena diamnya orang-orang baik”.
Siyasah memiliki karakter ambisius, selain cerdik dan
mental baja. Maka mari menumbuhkan antusias bukan apatis dan berharap tidak
dipilih untuk maju menjadi calon penyebar kebaikan dengan fasilitas
kepemimpinan.
Diakhir mari tanyakan jam terbang dan pengalaman.
Pernahkah terlibat dalam aktivitas siyasi? Jangan sampai hanya jadi penonton
tanpa ekspresi. Membiarkan kelas terbaik dalam hidup mengalir begitu saja tanpa
ilmu yang kita dapat. Kemudian biarkan guru terbaik sang pengalaman, menuntun
dengan caranya kepada kita dalam memutuskan berjalan terus, berhenti atau
berbalik kebelakang.
UIN Bandung, sesungguhnya bagai lahan produktif.
Lapangan latih yang bisa membangun akselerasi nan cepat bagi siapa saja yang
mau bertahan berlatih bersamanya. Karena jika melihat UPI, UNPAD, ITB, dan
POLBAN, UIN memiliki kebebasan dalam berekspresi dipanggung politik kampus
melalui organ ekstra, dibanding Kampus Negeri lain di Bandung. Lawan tanding
nya pun begitu jelas, kuat dan berpendukung rapat. Kini tinggal bagaimana para
pengurus komisariat memupuk benih Muslim Negarawan di ladang politik UIN
Bandung yang begitu subur.
Wallahu’alam Bishowab
Iwan Maulana (Sekretaris Departemen Kaderisasi ; 2014-2015)
Post by KN (Humas KAMMI UIN Bandung)
0 comments:
Posting Komentar