BALAS LAGI DENGAN KARYA
Fenomena bom di Paris belakangan ini sedang gencar-gencarnya
diperbincangkan publik. Terhitung hari ini telah dua hari berlalu sejak
kejadian naas tersebut terjadi (13/11). Dikatakan 158 orang tewas dan 200
lainnya mengalami luka serius. –Republika.co.id. Hal tersebut menyita air muka
khalayak ramai, sedesir pertanyaan pasti menyelubungi benak mereka. Wajar. Itu
insting kemanusiaan yang sempurna.
Tetapi lensa jurnal dunia telah menjawab. Jawaban yang samar
namun yakin akan ditelan, walau mentah. Siapapun tahu bahwa sebersit pertanyaan
yang pertama kali akan muncul itu adalah … sesuatu yang klasik. “Siapa pelaku
kejahatan kemanusiaan itu?” Tentu kita tahu memang seharusnya dunia
mengklarifikasi pertanyaan tersebut. Dengan tepat dan cerdas tentunya. Namun
celakanya, masyarakat dunia terlalu lugu untuk sebuah analisis yang memerlukan
beberapa Joule energi untuk bertabayun. Memang, tidak sepenuhnya kita bisa
menyalahi seorang bayi yang makan permen.
Telah dikatakan oleh seorang saksi bahwa sebelum kejadian
naas tersebut terjadi terdengar suara senapan keras berbunyi menembus udara dan
kemudian disusul dengan teriakan sebuah kalimat pengagungan Tuhan yang merujuk
pada agama tertentu. –Tempo.co. Tentu, kesaksian orang tersebut telah dilansir
oleh jutaan lensa media hingga tembus ke kancah dunia. Sehingga, tak bisa
dipungkiri santapan mentah itu ditelan oleh jutaan pasang mata dan telinga.
Pertanyaannya, “Maukah dunia mengklarifikasi jawaban tersebut hingga jelas
adanya bahwa pernyataan itu akurat?”. Jika memang tidak bisa ditanyakan,
baiklah, penulis berdoa semoga dunia melek.
Pelansiran-pelansiran tersebut jelas memojokkan pihak
terkait. Hingga pihak tersebut dihantui rasa bersalah karena dakwa yang
sebenarnya tidak pernah pantas disandingkan kepada mereka. Muslim. Sebut saja
pihak tersebut dengan nama Muslim.
Sebagai pihak yang didakwa … selow. Bagi penulis pribadi
kisah memprihatinkan yang menyangkut kemanusiaan ini adalah sebuah tragedi yang
memang harus diseriusi tindak lanjutnya. Tidak apa-apa, siapapun dipersilahkan ngaksi dengan berbagai macam bentuk
dukungan seperti mengganti DP dengan bendera Prancis dan yang lainnya. Semoga
itu menjadi amal karena bentuk peduli kita terhadap tragedi kemanusiaan yang
ironis ini.
Namun bagi muslim sendiri kejadian ini adalah pencerdasan
ghiroh. Dimana lagi-lagi charger iman kita semakin full karena kobar api tauhid
kita telah dicoba ditiup dari berbagai penjuru. Dimana lagi-lagi kita
disuguhkan ladang ekplorasi iman yang luas dengan terpampangnya layar lebar
tentang keteterannya rival-rival
islam dalam menghadapi dakwah.
Kalem. Ingat firman Allah dalam surah Al-Jatsiyah ayat 14
yang artinya : “Katakanlah (Muhammad) kepada orang-orang beriman, hendaklah
mereka memaafkan orang-orang yang tidak takut akan hari-hari Allah karena Allah
akan membalas suatu kaum sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.”
Redaksi dari ayat tersebut adalah Allah memerintahkan umat
islam untuk memaafkan apa yang telah dilakukan oleh rival-rival islam diluar
sana. Karena bahwasannya mereka tidak tahu. Rasulullah SAW dahulu kala
menghadapi berbagai macam cobaan seperti diludahi dilempari kotoran, namun
beliau mendoakannya karena sesungguhnya mereka tidak tahu. Namun, bukan berarti
kita menepati apa yang bathil dari mereka. Artinya, tetap, ketika 7 milyar
penduduk bumi di cekoki dengan makanan-makanan mentah tersebut diatas, harus
ada yang kita lakukan. Karena kemungkaran memang harus diingkari. “Barang siapa
diantara kalian melihat suatu kemungkaran hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya,
jika tidak mampu maka dengan lisannya, jika ia masih tidak mampu maka dengan
hatinya dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR.Muslim)
Dalam konteks seperti ini, pihak yang terpojok tidak bisa
berbuat apa-apa. Karena meja hijau tidak akan tersentuh logika jika tiada bukti
yang akurat, kalaupun meja hijau tersentuh maka yang terjadi hanya anggapan
kekonyolan belaka dan anggapan publik tentang perasaan terpanggil pihak yang
terkait atas berita yang beredar.
Banyak hal yang bisa kita lakukan sebetulnya, “Karya lawan
dengan karya.” (Buya Hamka). Melihat kejadian prihatin ini oknum-oknum kiri
memanfaatkan keadaan dengan menyebarluaskan berita mentah tanpa klarifikasi
mendalam tentang kesaksian diatas, dengan berani juga mereka memaparkan
informasi-informasi SARA yang jelas menjustifikasi dengan sangat menyedihkan.
Padahal, penulis pikir, dunia juga tahu bahwa ada bangsa-bangsa lainnya yang
mengalami penderitaan lebih yang seharusnya juga di ekspos ke muka publik. Dan
sekali lagi, kita tidak bisa menggiring ketidakadilan itu pada meja hijau. Satu
dari banyak cara untuk membalasnya adalah dengan hal yang sama. Tidak dengan
keburukan tentunya. Jika karya dibalas dengan karya, maka media dibalas juga
dengan media. Jika mereka bisa menutup mata dunia dengan kepalsuan, maka kita
bisa membuka mata dunia dengan kebenaran. Dengan menshare tentang Intifadha 3
misalnya, yang sangat jelas memaparkan bahwa ada yang lebih butuh diseriusi
loh!:-)
Ayu Arba Zaman- Staff Kebijakan Publik KAMMI UIN Bandung (2014-2015)
#di Pos kan oleh Humas KAMMI UIN Bandung - KN
0 comments:
Posting Komentar