MUSIK DALAM HUKUM ISLAM
Oleh : Dini Hardianti (Kadep Pemberdayaan
Perempuan, KAMMI UIN Bandung)
Kebiasaan anak muda zaman sekarang
ketika dalam waktu senggang, teman paling akrab dan selalu setia adalah usic.
Di usici misalnya acara usic sangat laris. Lebih dari 5 tahun acara itu tetap menjadi
channel pilihan bagi para remaja, pemuda bahkan ibu-ibu. Musik juga
selalu menjadi bagian dari kehidupan pemuda zaman sekarang. Dengan handphone
yang canggih setiap orang bisa mendengarkan usic favorite nya
masing-masing dengan headset atau
earphone nya. Lalu bagaimana sebenarnya usic Islam dalam menilai usic
dan memamainkan alat usic? Apakah wanita juga boleh menjadi bagian dari usic
dengan berkiprah sebagai penyanyi? Mari kita telaah bersama.
Pakar fikih Islam berbeda
pandangan mengenai usic usic atau seni. Ada yang membolehkan usic yang mengharamkan nyanyian serta music. Imam yang
menharamkan music ini di antaranya: Imam Ibnu al Jauzi, Imam Qurthubi dan Imam
asy Syaukani. Sedang yang membolehkan usic adalah Imam Malik, Imam Ja’far, Imam
al Ghazali dan Imam Daud azh Zhahiri.
Dalil yang
digunakan untuk pengharaman usic adalah[1]
ÙˆَÙ…ِÙ†َ
النَّاسِ Ù…َÙ†ْ ÙŠَØ´ْتَرِÙŠ Ù„َÙ‡ْÙˆَ الْØَدِيثِ Ù„ِÙŠُضِÙ„َّ عَÙ†ْ سَبِيلِ اللَّÙ‡ِ
بِغَÙŠْرِ عِÙ„ْÙ…ٍ ÙˆَÙŠَتَّØ®ِØ°َÙ‡َا Ù‡ُزُÙˆًا Ø£ُولَئِÙƒَ Ù„َÙ‡ُÙ…ْ عَØ°َابٌ Ù…ُÙ‡ِينٌ
“Dan di antara
manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna
(lahualhadits) untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan
dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokkan. Mereka itu akan memperoleh azab
yang menghinakan.” (QS: Luqman 6)
Dan juga dari
hadits Rasulullah saw:
Hadits Abu ‘Amir atau Abu Malik Al-Asy’ari bahwa
Rasulullah saw bersabda:
“Akan muncul di kalangan umatku, kaum-kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat-alat usic”(HR. Al-Bukhari, 10/5590).
“Akan muncul di kalangan umatku, kaum-kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat-alat usic”(HR. Al-Bukhari, 10/5590).
Sedangkan dalil yang membolehkan diantaranya:
Ø¥ِÙ†َّ Ø£َÙ†ْÙƒَرَ الْØ£َصْÙˆَاتِ Ù„َصَÙˆْتُ الْØَÙ…ِيرِ
“…dan
lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah bunyi keledai.”
(QS: Luqman 19)
Imam Ghazali
mengambil pengertian ayat ini dari mafhum mukhalafah. Allah SWT memuji suara
yang baik. Dengan demikian dibolehkan mendengarkan nyanyian yang baik. (Ihya’
Ulumudddin, juz VI, jilid II, hal. 141).
Hadits riwayat
Imam Ahmad, Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra. Beliau berkata:
”Aku pernah
mengawinkan seorang wanita dengan seorang laki-laki dari kalangan Anshar. Maka
Nabi saw bersabda, “Hai Aisyah, tidak adakah padamu hiburan (nyanyian) karena
sesungguhnya orang-orang Anshar senang dengan hiburan (nyanyian).”
Karena itu,
menurut Dr Abdurrahman al Baghdadi:
“Bertolak dari
dasar usic inilah maka mendengar atau memainkan alat-alat usic atau menyanyi
mubah selama tidak terdapat suatu dalil syari yang menunjukkan bahwa pekerjaan
tersebut haram atau makruh. Mengenai menyanyi atau memainkan alat usic dengan
atau tanpa nyanyian, tidak terdapat satu pun nash, baik dari Al Qur’an maupun
sunnah Rasul yang mengharamkannya dengan tegas. Memang ada sebagian dari para
sahabat, tabiin dan ulama yang mengharamkan sebagian atau seluruhnya karena
mengartikannya dari beberapa nash tertentu. Diantara mereka ada yang menyatakan
bahwa hal tersebut makruh, sedangkan yang lain mengatakan hukumnya mubah.”
Musik adalah suara yang
usic demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan terutama suara
yang dihasilkan dari alat-alat yang dapat menghasilkan irama[2].
Dengan pengertian
ini maka yang memengaruhi usic usic
itu bukan musiknya, melainkan sesuatu yang lain di luar usic, seperti lirik
lagu yang berisi kata-kata yang tidak baik. Musik juga dapat menjadi makruh
bahkan bisa haram ketika membuat orang yang membuat atau mendengarkannya
menjadi lalai akan kewajibannya kepada Allah swt. Hukum ini sama dengan bermain
game, jalan-jalan, nonton TV bahkan bekerja akan menjadi haram jika menjadikan
seseorang lalai akan kewajibannya kepada Allah.
Ibnu Taimiyah mengatakan
“Seorang hamba jika sebagian waktunya telah tersibukkan dengan amalan
yang tidak disyari’atkan, dia pasti akan kurang bersemangat dalam melakukan
hal-hal yang disyari’atkan dan bermanfaat. Oleh karena itu, kita dapati
pada orang-orang yang kesehariannya dan santapannya tidak bisa lepas dari
nyanyian, mereka pasti tidak akan begitu merindukan lantunan suara Al Qur’an.
Mereka pun tidak begitu senang ketika mendengarnya. Mereka tidak akan merasakan
kenikmatan tatkala mendengar Al Qur’an usicing dengan mendengar bait-bait
sya’ir (nasyid). Bahkan ketika mereka mendengar Al-Qur’an, hatinya pun menjadi
lalai.”
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan
bahwa secara substansi usic tidak haram[3],
yang membuat haram yaitu amrun khorij/usic di
luar usic, seperti sebagai pengiring pesta miras, usic pemanggil syahwat, dan usic
dengan lirik yang dapat menjauhkan kita kepada Allah.
Hukum mendengarkan usic tergantung dari untuk apa dan
bagaimana efeknya. Jika dengan mendengarkan usic menjadi lupa shalat, membaca
al-Qur’an dsb. Yang bisa mendekatkan diri kepada Allah, maka hukumnya adalah
haram. Tapi mubah jika sebaliknya. Hukum menyanyi dan mengeluarkan suara secara
ritme juga tidak dilarang selama tujuan nya untuk menghibur dan semakin mendekatkan kita kepada Allah SAW.
Wallahu’alam..
Sumber Refrensi :
[1]
Diambil dari artikel hidayatullahedisi 2012/09/12/ pada 30/01/15 8:41 WIB
[2]
KBBI 30 januari 2015 10:23
[3] http://hukum-islam.com/2013/03/hukum-mendengarkan-lagu-atau-musik-dalam-islam/
30 januari 2015 8:47 WIB
0 comments:
Posting Komentar