Oleh : M Ridwan Wildan MJS
( Staf Departemen KP UIN SGD Bandung )
Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti “jenis
kelamin”, kemudian menjadi sebuah istilah yang bermakna perbedan peran dan
tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan. Namun belakangan gender tidak
lagi dibatasi pada persoalan sex (jenis kelamin) terkait maskulin dan feminine
dalam tataran heterosexsual , tapi juga mencakup jenis gender ketiga yang
bersifat cair dan berubah-ubah, serta senang memakai pakaian gender lain dalam
tataran homosexsual atau lesbianism.
Istilah “bias gender”
biasa digunakan untuk menunjukan suatu kondisi pembedaan yang merugikan kaum
wanita dan menguntungkan kaum peria sebagai akibat dari perbedaan jenis
kelamin. Sedang istilah “kesetaraan Gender” biasa digunakan untuk menunjukan
suatu kondisi yang posisi peran dan tanggung jawab wanita dan pria setara tidak
berbeda dalam semua hal.
Kini, dalam konteks
mempertajam pengetahuan dan wawasan, penulis mengutip dari tulisannya Habib
Rizieq Syihab yang dimuat dalam suara islam press yang menawarkan dengan
istilah “Keserasian Gender” untuk menunjukan suatu kondisi keharmonisan dalam
perbedaan peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan. Ini penting
karena Islam sebagai agama mayoritas
bangsa Indonesia memiliki aturan yang komprehensif tentang pembagian peran dan
tanggung jawab antar pria dan wanita sesuai dengan aspek biologis psikologisnya
masing-masing secara adil. Dengan “Keserasian Gender” akan terwujud keharmonisan
hubungan antara jenis pria dan wanita dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara untuk menuju Indonesia yang adil dan makmur. InshaAllah
ISLAM DAN GENDER
Di masa jahiliah, hampir
seluruh bagian dunia menempatkan wanita sebagai jenis hina, mahkluk rendah,
manusia kelas dua, pelengkap kehidupan, barang hiburan, pemuas hawa nafsu,
sumber dari segala dosa dan budak rumah tangga. Wanita menjadi korban
ketidakadilan dan bangsa penindasan selama berabad-abad.
Di Jajirah Arab,
mengubur hidup-hidup anak perempuan menjadi tradisi yang dibanggakan. Lalu
Rasulullah SAW datang menyinari dunia dengan risalah islam yang membela wanita
dari ketidakadilan dan menyelamatkannya dari penindasan, bahkan mengangkat
derajatnya ketingkat yang sangat terhormat dan memberi perlindungan tingkat tinggi,
serta memprlakukannya dengan seadil-adilnya.
Islam tidak melarang wanita untuk berkarir dan
berprestasi dalam bidang pendidikan, ekonomi, politik, social,budaya dan
tekhnlogi, selama terpenuhi rukun dan syaratnya, serta tidak dilanggar batasan
syariatnya. Bahkan dalam Islam wanita diwajibkan untuk menuntut ilmu
sebagaimana diawajibkan kaum pria. Dalam ketaatan kepada Allah SWT dan
Rasulullah SAW, wanita dan peria punya kewajiban yang sama, serta mendapat
janji dan ancaman yang sama pula. Adapun dalam pembedaan peran dan tangung
jawab antara laki –laki dan perempuan dalam harmoni kehidupan, maka Islam
menetapkan aturan yang sangat adil sesuai aspek biologis dan psikologis
masing-masing jenis kelamin, untuk mewujudkan “Keserasian Gender” yang
mencerminkan “Keadilan Gender” dalam makna yang benar.
Dalam Islam, wanita makhluk mulia dan terhormat yang
memiliki harkat dan martabat yang tinggi, bahkan memiliki sejumlah keistimewaan
yang tidak dimiliki kaun pria. Islam menjadikan penghormatan kepada Ibu tiga
kali lebih utama daripada penghormatan kepada ayah. Islam menempatkan surga di
bawah telapak kaki ibu, bukan ditelapak kaki ayah. Islam mewajibkan pria yang
wajib membayar mahar perkawinan kepada wanita, tidak sebaliknya. Islam mewajibkan pria untuk memberi
perlindungan kepada wanita, bukan sebaliknya. Islam mengutamakan pihak wanita
dari pada pihak pria dalam hak hadhonah (pemeliharaan anak) disaat terjadi
perceraian. Islam membebankan pria dengan kewajiban berat yang tidak dibebankan
kepada wanita, seperti mencari nafkah, menegakkan shalat berjamaah di mesjid,
melaksanakan shalat jum’at, memimpin negara dan jihad.
Bahkan dalam sejumlah hal yang tidak sedikit, islam
lebih memperhatikan wanita daripada pria. Misalnya, dalam pembagian warisan,
anak laki-laki mendapat dua bagian anak perempauan dari warisan ayahnya yang
meninggal dunia, dengan ketentuan bahwa sianak laki-laki berkewajiban untuk
menanggung nafkah ibu dan saudari-saudarinya yang ditinggal sang ayah, sedang si
anak perempuan tidak diwajibkan yang demikian itu. Secara matematis, bagian
warisan anak laki-laki dalam waktu tertentu akan habis terpakai untuk pembiyaan
keluarga, sedang bagian warisan anak perempuan akan tetap tidak berkurang.
Contoh lainnya dalam soal pemberian (hadiah/hibah), islam menganjurkan
penyamarataan bagian antara anak laki-laki dan perempuan , bahkan jika harus
dibedakan maka dianjurkan bagian anak perempuan yang dilebihkan dari pada
bagian anak laki, sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh imam Ath-Thabrani
Rhm dan Imam Al-Baihaqi Rhm tentang sabda Nabi Muhammad SAW yang bunyi
terjemahnya: “ Samakanlah diantara anak-anakmu dalam pemberian. Andaikata
aku melebihkan bagian seorang (dari anak-anaku), niscaya aku lebihkan bagian
anak perempuan.” Disana masih banyak
lagi dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menunjukan keistimewaan wanita
yang tidak dimiliki pria. Silakan menelusurinya bagi yang ingin tau lebih
banyak.
Selain itu, Islam memberi wanita “cuti rutin” dari
shalat tanpa qadha saat haid atau nifas. Tentu ini hal yang sangat istimewa
buat kaum wanita, sabagai rahmat dari Allah SWT untuk memudahkan kehidupan mereka dan meringankan bebannya. Betapa Islam
“memanjakan” kaum wanita dengan penuh cinta dan kasih sayang. SubhanaAllah!
BARAT DAN GENDER
Kaum wanita di Barat mengalami nasib tragis berupa
penindasan berkepanjangan akibat jenis kelamin. Dari zaman Yunani kuno hingga
zaman modern sekalipun, wanita di vonis sebagai manusia cacat, bahkan dianggap
makhluk setengah manusia , sehingga hanya menjadi objek perlakuan
sewenang-wenang dari kaum pria yang merasa sebagai manusia utuh dan sempurna.
Sementara agama yang mereka anut tidak memberikan solusi sejati terhadap
persoalan tersebut. Akumulatif kekecewaan dan sakit hati kaum wanita dibarat
telah melahirkan gerakan feminisme yang merupakan pemberontakan wanita barat
terhadap kedzoliman kaum prianya. Sekitar tahun 1970 an, gerakan feminisme di
London melahirkan tuntutan “Gender Equality”(Kesetaraan Gender), yaitu tuntutan
penyetaraan serta penyamaan peran dan tangguang jawab laki-laki dan perempuan,
mulai dari persoalan individu, keluarga hingga urusan negara.
Hingga kini pun, barat tidak punya solusi bagus untuk
mengatasi persoalan “Bias Gender” yang terus berlangsung hingga saat ini. Sekalipun
di barat telah terjadi gerakan feminism secara besar-besaran dalam tuntutan
“kesetaraan gender”, namun pada prakteknya tetap saja barat menempatkan wanita
hanya sebagai “budak syahwat”. Lihat saja dengan dalih modernitas, kecantikan
wanita di festivalkan, dan keindahan tubuhnya dipertontonkan, serta goyang
erotisnya diperlombakan. Bahkan tarian wanita telanjang (striptis) dijadikan
objek wisata resmi, dan pelacurpun dijadikan profesi kerja legal bagi
perempuan. Semua itu fakta tak terpungkiri, bahwa kaum lelaki dibarat tetap
dijadikan nomor satu sebagai “pembeli”
dan “pemakai” , sedang kaum perempuan tetap dijadikan nomor dua sebagai
objek yang “dibeli” dan “dipakai”.
Dengan demikian, latar belakang persoalan Gender di
tengah masyarakat barat dan penanganannya tidak sama dengan apa yang terjadi
dalam sejarah islam. Islam tidak pernah punya persoalan dengan “gender”, dalam
islam tidak ada “bias gender” sehingga islam tidak butuh “kesetaraan gender”
islam telah mengajarkan dan mengamalkan “Keserasian Gender” yang sangat
sempurna dan menakjubkan sejak hampir lima belas abad lalu, melalui praktek
kehidupan Rasulullah SAW dan Ahlul Bait serta para sahabatnya yang mulia, Rodiyallahu’anhum.
Alhamdulillah !
Semoga
Bermanfaat …
0 comments:
Posting Komentar